Dana Transfer Lebih Progresif
Penyerapan APBD Optimal Dukung Perekonomian
Ikon konten premium Cetak | 24 Agustus 2015 Ikon jumlah hit 56 dibaca Ikon komentar 0 komentar
JAKARTA, KOMPAS — Mulai 2016, pemerintah pusat menerapkan sistem penghargaan dan hukuman yang lebih progresif terhadap dana transfer ke daerah. Daerah dengan penyerapan anggaran dan kinerja ekonomi bagus tahun ini akan mendapatkan tambahan anggaran tahun depan.
Tujuan penerapan sistem penghargaan dan hukuman yang lebih progresif itu untuk memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Payung hukum sistem itu adalah Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016. Adapun aturan teknisnya dituangkan dalam peraturan menteri keuangan.
Kepala Humas Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) RB Budi Surjono, di Jakarta, Minggu (23/8), menyatakan, skema penghargaan dan sanksi memang diperlukan.
Namun, menurut dia, skema penghargaan sanksi saja tidak cukup. "Pemerintah daerah perlu pendampingan teknis yang intensif dari pusat," katanya.
Dalam diskusi dengan wartawan di Jakarta, akhir pekan lalu, Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro dan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Boediarso Teguh Widodo memaparkan rencana penerapan skema baru tersebut.
Selama ini, pemerintah pusat sudah menerapkan sistem penghargaan dan sanksi pada dana transfer. Tujuannya, mendorong penyerapan anggaran di daerah yang akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah.
Namun, skema yang lama terbukti tidak efektif. Ketidakefektifan itu tecermin pada dana daerah yang mengendap di bank, yang jumlahnya semakin besar.
Per Juni 2015, dana mengendap di bank Rp 273,5 triliun. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan dengan anggaran untuk penanggulangan kemiskinan atau anggaran kesehatan.
Dana tersebut juga meningkat dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Pada Juni 2014 dan Juni 2013, nilainya masing-masing Rp 229 triliun dan Rp 199,6 triliun. Dana tersebut umumnya disimpan dalam bentuk deposito dan giro di bank pembangunan daerah dan bank lainnya.
Skema
Skema baru yang akan diterapkan mulai 2016 meliputi empat hal. Pertama, ada Dana Alokasi Khusus Infrastruktur Publik Daerah untuk 508 kabupaten dan kota. Semua daerah yang ditetapkan akan mendapatkan alokasi dana, sesuai kinerja keuangan 2015. Daerah yang kinerja keuangannya bagus bisa mendapatkan jatah maksimal, yakni Rp 100 miliar per daerah. Salah satu kriterianya adalah penyerapan dana alokasi khusus (DAK) tahun ini.
Kedua, Dana Insentif Daerah (DID) untuk kabupaten dan kota. Dana ini merupakan transformasi skema yang sudah ada sebelumnya. Skema lama hanya mencakup anggaran pendidikan dan penggunaannya sebatas untuk lingkungan pendidikan. Total pagunya tahun ini Rp 1,6 triliun untuk 135 daerah, dengan alokasi minimum Rp 2 miliar-Rp 3 miliar dan maksimum Rp 29 miliar.
Dengan skema baru, daerah mendapatkan setidaknya Rp 5 miliar dan maksimal Rp 70 miliar. Pagu DID 2016 sebesar Rp 5 triliun. Penggunaannya tidak lagi terikat pada bidang pendidikan, melainkan sesuai prioritas dan kebutuhan daerah.
Ketiga, sanksi berupa penyaluran dana alokasi umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) yang tak bisa diperjualbelikan dengan jangka waktu 3 bulan. Hal ini berlaku untuk daerah yang mengendapkan banyak dana di bank, dengan jumlah lebih dari kebutuhan operasional daerah selama tiga bulan.
Melalui kebijakan ini, pemerintah berharap daerah akan terpacu mencairkan dana mengendap di bank. Bagi daerah yang tidak masuk kategori ini, pemerintah pusat tetap akan menyalurkan dana secara langsung.
Keempat, evaluasi penyerapan DAK triwulanan dan tahunan. Pemerintah pusat akan menunda penyaluran DAK triwulan berikutnya jika penyerapan DAK selama satu triwulan belum mencapai 75 persen dan dana mengendap mencapai jumlah tidak wajar di bank. Tingkat penyerapan DAK pada tahun berjalan akan menjadi pertimbangan besarnya alokasi DAK tahun berikutnya. Jika penyerapannya buruk, alokasi DAK tahun berikutnya bisa lebih kecil dibandingkan dengan DAK tahun berjalan.
"Uang daerah itu adalah hak masyarakat daerah. Mereka berhak menikmati setiap rupiah dari dana transfer," kata Bambang.
Optimal
Pertumbuhan ekonomi semester I-2015 sebesar 4,7 persen. Bambang berpendapat, jika penyerapan APBD bisa optimal, pertumbuhan ekonomi pada semester I-2015 setidaknya bisa mencapai 4,9 persen.
Budi Surjono menambahkan, persoalan besarnya dana mengendap di bank lebih banyak disebabkan oleh persoalan struktural. Ia mencontohkan, persoalan struktural itu antara lain prosedur lelang terlalu panjang dan kewenangan pemerintah kabupaten dan kota yang telah bergeser ke pemerintah provinsi.
Proses lelang, sebagaimana ketetapan pemerintah, minimal 90 hari. (LAS)
Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/08/24/Dana-Transfer-Lebih-Progresif
-
- Log in to post comments
- 123 reads