Pariwisata
Menakar Lokalitas di Destinasi Wisata
SEJUMLAH anak di Pulau Messah, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, ”heboh” meminta difoto ketika kapal yang mengangkut serombongan wisatawan merapat ke dermaga, beberapa waktu yang lalu. Berulang-ulang mereka minta difoto, lalu buru-buru ingin melihat hasil jepretan itu.
Pemandangan yang langsung tertangkap ketika memasuki Pulau Messah adalah jajaran rumah dengan atap silang yang terbuat dari seng. Hampir semua konstruksi atapnya sama, khas suku Bajo.
Ada sekitar 2.000 penduduk di Pulau Messah yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan. Beberapa lainnya berprofesi sebagai guru karena terdapat satu sekolah dasar dan sekolah menengah pertama negeri di pulau yang secara administratif berada di Desa Pasir Putih, Kecamatan Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, ini. Mobilitas warga ke luar pulau termasuk rendah mengingat transportasi yang cukup mahal, Rp 20.000 pergi-pulang menggunakan perahu motor.
”Ongkos Rp 20.000 pergi-pulang itu tanpa barang. Kalau bawa barang, ya, lebih lagi,” kata Basri (34), nelayan Pulau Messah.
Secara umum, bisa dibilang warga Pulau Messah ini berkepribadian terbuka, mau menerima hal baru. Mereka terbuka dengan perubahan, termasuk jika pulau ini ”diobrak-abrik”, diperindah, untuk dijadikan desa wisata percontohan. Seperti dikatakan Munir dan Halakim, warga Pulau Messah, mereka tidak berkeberatan. ”Banyak turis Eropa, Amerika Serikat, Asia ke sini. Mereka menyelam di sekitar sini, naik ke bukit. Kalau mau dibuat bagus, kami senang,” ungkap Munir.
Arsitek Yori Antar menuturkan, Pulau Messah cocok menjadi kawasan wisata penyangga, mendukung Taman Nasional Komodo sebagai kawasan wisata inti. ”Arsitekturnya khas Bajo. Di dalamnya ada plaza besar, bukit yang bagus, dan lokasi menyelam yang juga keren,” kata Yori, yang kini digandeng Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) untuk mengembangkan desa wisata percontohan di Labuan Bajo. Yori juga menyebut Pulau Seraya Kecil, tidak jauh dari Messah, yang memiliki karakter masyarakat suku Bugis. Bahkan, di Seraya Kecil saat ini sudah terdapat penginapan yang riuh diinapi wisatawan mancanegara.
Kawasan penyangga
Banyak yang indah di pulau-pulau di seputaran Pulau Komodo yang bisa dijadikan kawasan wisata penyangga. Ada Bukit Pramuka, yang diyakini keren jika dibangun penanda (landmark) layaknya patung Liberty di New York. Lalu, Bukit Binongko, lokasi yang bagus untuk menikmati matahari terbit dan matahari terbenam plus bisa melihat bandar udara dari kejauhan.
Upaya memperindah Labuan Bajo ini merupakan implementasi program Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang diusung Kemenparekraf bekerja sama dengan beberapa kementerian terkait, seperti Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu selalu menekankan unsur lokalitas yang harus dijaga dan dipertahankan dalam pengembangan KSPN. Persoalannya, adakah takaran lokalitas itu? Menarik ketika arsitek dari Bali, Gede Krisna, menyebut gagasan penggunaan skor dalam menakar lokalitas.
”Bagaimana kalau kita bikin skor. Misalnya, materi yang kita datangkan dari luar kita kasih skor 30. Kalau murni lokal, 100. Lalu ditentukan, skor akhir harus melampaui angka 70. Misalnya begitu,” tutur Krisna.
”Justru lokalitas itulah salah satu daya tarik di desa wisata. Bagaimana kulinernya, kesenian daerahnya, tariannya, adat istiadat. Itu yang harus dipertahankan,” kata Mari. (SUSI IVVATY)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008519702
-
- Log in to post comments
- 583 reads