Jaminan Kesehatan Nasional
Rumah Sakit Efisien, Layanan Membaik
JAKARTA, KOMPAS — Keluhan masyarakat terkait layanan Jaminan Kesehatan Nasional, seperti panjangnya antrean, pemberian obat, dan prosedur perawatan, jadi masukan. Perlu waktu untuk mengubah pola pikir dan perilaku para pemangku kepentingan mengingat cara pembayaran program JKN jauh berbeda dengan sistem yang berlaku selama ini. Sosialisasi dan perbaikan sistem terus dilakukan.
Demikian dikemukakan Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fachmi Idris, Senin (24/3), di Jakarta. Terkait dengan keluhan pasien penyakit kronis, khususnya eks peserta Askes mengingat obat diberikan untuk 7 hari dari sebelumnya untuk 30 hari hingga mereka harus bolak-balik ke rumah sakit, Fachmi menyatakan, itu terjadi pada awal pelaksanaan JKN karena perubahan tarif pembayaran.
Rumah sakit merasa pemberian obat untuk 30 hari tidak cukup jika mengacu tarif rawat jalan sesuai Indonesian Case Based Groups (INA-CBG). Akibatnya, banyak rumah sakit memberi obat tiga sampai 10 hari.
Untuk mengatasinya, keluar Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 31 dan 32 Tahun 2014 pada 15 Januari 2014. ”Dengan itu diatur, rumah sakit memberi obat penyakit kronis untuk 30 hari. Obat diberikan untuk tujuh hari berdasarkan paket INA-CBG. Yang 23 hari, obat diambil di instalasi farmasi rumah sakit atau apotek yang bekerja sama dengan BPJS, biayanya ditagihkan ke BPJS,” ujar Fachmi.
Untuk mengurangi antrean dan tumpukan pasien di rumah sakit, ujarnya, dilakukan penguatan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Mulai April-Desember 2014 ditargetkan 50 persen peserta digeser dari puskesmas ke dokter praktik perorangan. Dengan cara itu, diharapkan rujukan ke rumah sakit untuk penyakit yang bisa ditangani di pelayanan kesehatan tingkat pertama bisa ditekan.
Terkait dengan biaya pemeriksaan, obat, atau perawatan yang masih ditagihkan kepada pasien dan pasien yang dipulangkan sebelum sehat betul, kata Fachmi, seharusnya hal itu tidak terjadi.
Tarif INA-CBG, lanjutnya, merupakan paket pengobatan sampai selesai. Rumah sakit perlu mengelola secara efektif dan efisien. ”Pemeriksaan penunjang, misalnya laboratorium, tidak usah banyak-banyak, disesuaikan dengan indikasi medis,” ujarnya.
Efisiensi juga dapat dilakukan dengan memilih obat yang cost effective. Dalam memilih obat dengan mutu terjamin dan harga terjangkau, rumah sakit bisa mengacu pada Formularium Nasional (Fornas). Obat-obatan itu sebagian telah tercantum dalam e-catalog, daftar harga obat Fornas dengan harga sangat terjangkau yang didapat melalui proses tawar-menawar antara Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan industri farmasi nasional.
Dalam e-catalog tercantum nama obat berdasarkan nama generik dan nama dagang. Tercantum pula nama perusahaan yang dikontrak LKPP dan memproduksi obat tersebut, harga obat berdasarkan satuan terkecil, dan kemasannya. Rumah sakit dapat melakukan pembelian melalui e-purchasing, sistem pembelian lewat internet, kepada distributor yang tercantum.
Menurut Direktur Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Maura Linda Sitanggang, Rabu (19/3), di Jakarta, per hari itu terdapat 317 sediaan jenis obat di e-catalog. Ditargetkan April atau awal Mei seluruh sediaan obat dalam Fornas masuk e-catalog.
Ia menegaskan, hal itu tidak mengancam ketersediaan obat di rumah sakit. Jika obat belum tercantum di e-catalog 2014, rumah sakit bisa mengacu pada e-catalog 2013. Jika belum ada, bisa mengacu Daftar Plafon dan Harga Obat (DPHO) Askes.
Jika rumah sakit efisien, kata Fachmi, bisa balance positif. Dari sembilan rumah sakit yang dijadikan sampel pada pembayaran Januari, delapan mengalami surplus dari pembayaran klaim berbasis INA-CBG. Hanya satu rumah sakit mengalami defisit akibat inefisiensi pelayanan.
Diakui ada tarif INA-CBG yang tidak sesuai dengan unit cost. Saat ini ada enam kelompok tarif INA-CBG direvisi Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan. Menurut Wakil Ketua Nasional Casemix Center (NCC) Kemkes Achmad Soebagio, perbaikan tarif ini merupakan revisi jangka pendek yang memprioritaskan keluhan dan masukan asosiasi profesi medis dan rumah sakit. Hasil revisi akan ditetapkan awal April 2014 dalam bentuk peraturan menteri. (A06/ATK)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005654689
-
- Log in to post comments
- 105 reads