Pemerintah Gagal Kelola Sampah
Dana, Sumber Daya, dan Komitmen Jadi Alasan
JAKARTA, KOMPAS — Pengelolaan sampah secara terbuka masih marak diterapkan di daerah. Padahal, undang-undang mengamanatkan agar dalam kurun waktu lima tahun sejak tahun 2008 tidak boleh ada lagi pengelolaan sampah secara terbuka. Pemerintah dinilai melanggar UU yang disusunnya sendiri.
Perintah agar tidak ada lagi pembuangan sampah terbuka (open dumping) itu tercantum dalam Pasal 44 (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Bunyinya, ”Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama lima tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini”.
”Ini cermin budaya hukum kita. Jangankan masyarakat, pemerintah saja tidak dapat menjalankan kewajiban hukumnya. Artinya, pemerintah telah melakukan perbuatan melawan hukum,” kata Henry Subagiyo, Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan Indonesia (ICEL), Selasa (18/2), di Jakarta.
Saat ini, pengelolaan sampah di sebagian kabupaten/kota masih mengandalkan pengelolaan secara terbuka. Di kota-kota besar, sampah-sampah menumpuk dan mengganggu lingkungan.
Meskipun sanksi pelanggaran amanat UU itu tak dicantumkan, masyarakat bisa melakukan gugatan perdata kepada pemerintah melalui pengadilan negeri.
”Masyarakat bisa melakukan citizen lawsuit karena akibat dari ketidakpatuhan pemerintah dalam menjalankan undang-undang ini merenggut hak-hak asasi masyarakat sebagai warga negara. Salah satunya mendapatkan lingkungan hidup yang layak,” ujarnya.
Metode penimbunan sampah secara terbuka banyak terbukti menciptakan terganggunya kesehatan masyarakat sekitar. Selain itu, penumpukan sampah ini sangat berbahaya karena rawan longsor dan menimbulkan korban jiwa. Sebagian di antaranya terjadi beberapa kali di Bantargebang, Bekasi (2006, 3 tewas). Tahun 2005, sebanyak 32 orang meninggal dan puluhan lainnya tertimbun sampah di tempat pembuangan akhir Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat (Kompas, 22/2).
Selain menyerukan gugatan hukum, Henry juga meminta kepada DPR yang menyusun UU bersama pemerintah, menagih capaian amanat UU Pengelolaan Sampah. Ini didasarkan pula atas kewajiban DPR mengawasi kinerja pemerintah.
Peta jalan
Henry menambahkan, pemerintah pusat—dalam hal ini Menteri Lingkungan Hidup—secara terbuka menjelaskan ketidakmampuan menerapkan amanat UU Pengelolaan Sampah. Tak cukup di situ, Menteri Lingkungan Hidup juga didesak menyusun peta jalan atau matriks kebijakan/kegiatan untuk menuju berakhirnya pembuangan sampah terbuka.
”Paling tidak akuntabilitas publik pemerintah terpenuhi meski akuntabilitas hukumnya tetap tak terpenuhi,” ujarnya.
Secara terpisah, Deputi IV Menteri LH Bidang Pengelolaan Bahan B3, Limbah B3, dan Sampah Rasio Ridho Sani mengatakan, penghentian metode open dumping belum bisa dilaksanakan. Alasannya, permasalahan sampah sangat kompleks yang menyangkut pendanaan, sumber daya manusia, dan komitmen.
Oleh karena itu, pihaknya berupaya menggunakan tahapan-tahapan untuk mencapai target penghentian pembuangan sampah terbuka. Tahapan itu, di antaranya peta jalan sistem extended producer responsibility (EPR) yang total diberlakukan pada 2022 (10 tahun sejak PP No 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga).
Sistem EPR diterapkan bagi perusahaan yang menggunakan kemasan tak ramah lingkungan atau susah terdegradasi secara biologis. Pilihan lain, penanggung jawab usaha, terutama kemasan makanan/minuman bisa menggunakan kemasan ramah lingkungan. ”Proses EPR ini mengurangi beban TPA karena TPA merupakan pilihan yang sangat terakhir,” ujarnya.
Program-program ini, kata Rasio, telah disiapkan untuk menutup tempat pembuangan sampah terbuka. Ia pun menyerukan kepada pemerintah daerah agar juga membuat perencanaan dalam rangka menutup open dumping di daerahnya. Supaya ini dijalankan, Kementerian Lingkungan Hidup akan memasukkan hal itu sebagai poin dalam penilaian Adipura. (ICH)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000004886643
-
- Log in to post comments
- 145 reads