BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Problem Demokrasi di Balik Pertumbuhan

Problem Demokrasi di Balik Pertumbuhan


TIDAK berlebihan jika dikatakan bahwa Sulawesi Selatan merupakan barometer dinamika sosial politik dan ekonomi di kawasan timur Indonesia. Panas dinginnya suhu politik dan dinamika pembangunan di Sulsel dapat berpengaruh di kawasan sekitarnya.

Secara kuantitatif, angka statistik memberikan gambaran positif kinerja pembangunan di Sulsel. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, sejak tahun 2007 kinerja pertumbuhan ekonomi Sulsel telah melampaui kinerja nasional. Bahkan, peningkatan pertumbuhan yang tinggi pada 2012 terjadi ketika pertumbuhan nasional menurun. Tingkat kemiskinan provinsi ini juga di bawah level nasional dan cenderung menurun setiap tahun.

Demikian halnya tingkat pengangguran terbuka (yang terus berkurang. Tahun 2012 mencapai angka 5,87 persen, padahal, pada 2007 masih 11,25 persen, di bawah tingkat pengangguran nasional sebesar 6,14 persen.

Kinerja pertumbuhan ekonomi Sulsel yang positif didorong minat investor untuk menanamkan modal di sektor-sektor pembangunan sarana fisik (infrastruktur) dan produksi jasa. Angka pertumbuhan tertinggi ada pada sektor keuangan, real estat, dan jasa perusahaan yang besarannya mencapai 15,87 persen. Fenomena ini seiring meningkatnya jumlah kelas menengah di sejumlah kota dan kabupaten.

Membaca Sulsel berdasarkan angka-angka statistik yang menjadi indikator kinerja pembangunan, secara umum wilayah ini pantas memperoleh apresiasi. Sayangnya, masih ada sejumlah pekerjaan rumah. Sulsel tampaknya harus terus bekerja keras meningkatkan nilai indeks pembangunan manusia (IPM) yang hingga tahun 2012 masih di bawah capaian nasional. Demikian juga terkait masalah korupsi, konflik sosial, dan proses demokratisasi dalam politik lokal. Hasil penelitian Siti Zuhro (2010) terhadap fenomena politik lokal setelah diterapkannya otonomi daerah mengindikasikan tiga masalah tersebut berkaitan.

Penelitian yang dilakukan di Makassar, Wajo, Bone, dan Parepare itu menunjukkan masih kuatnya sistem kekerabatan. Warisan sistem monarki dan masih eksisnya patronase merupakan tantangan serius bagi masyarakat Sulsel dalam mewujudkan demokratisasi. Politik kekerabatan yang masih berlangsung hingga kini di Sulsel berpotensi menyuburkan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme di beberapa lembaga pemerintahan daerah. Berdasarkan catatan Litbang Kompas, sejumlah kepala daerah memiliki ikatan keluarga dengan tokoh politik Sulsel lainnya.
Konflik dan kekerasan

Di dalam sistem politik kekerabatan yang kental, pembangunan ekonomi Sulsel kerap menorehkan jejak kolusi. Berdasarkan Catatan Akhir Tahun 2013 Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, korupsi masih mendominasi sejumlah megaproyek di Sulawesi Selatan. Akibat kontrol yang lemah, sejumlah pejabat daerah tercatat terlibat dalam sejumlah kasus korupsi. Misalnya, kasus korupsi PTPN XIV, pembangunan Celebes Convention Center, proyek Center of Indonesia, dan dana bantuan sosial. Sejumlah anggota DPRD Sulsel, pejabat pemerintah provinsi, dan sejumlah unsur pimpinan bank terindikasi terlibat dalam kasus ini. Kasus korupsi juga menyeret 22 anggota DPRD Kota Parepare 2004-2009 terkait tunjangan perumahan.

Penelitian Siti Zuhro juga mengungkapkan seriusnya fenomena aksi kekerasan atau konflik sosial di Sulsel, baik antarmasyarakat maupun antara masyarakat dan penegak hukum atau pemda. Demokrasi di Sulsel tampaknya belum mampu menyelesaikan konflik dengan cara-cara damai, seolah demokrasi tersandera oleh sifat temperamental masyarakat lokal.

Beragam kasus pilkada di Sulsel tercatat kerap menimbulkan konflik antar-pendukung yang diiringi kekerasan. Konflik dalam pilkada yang terbilang menonjol adalah saat pemilihan Wali Kota Palopo pada tahun 2013, yang berakhir dengan amuk massa.

Di Sulsel, peran elite birokrat dan partai politik sebenarnya sangat besar dalam politik lokal, tetapi kurang signifikan dalam mendorong proses demokratisasi. Partai politik tak mampu menjadi alat pemersatu meski di atas kertas tampak mendominasi suatu wilayah. Faktor figur masih lebih menonjol daripada partai politik.

Di sini, tampak bahwa di balik positifnya angka-angka indikator pembangunan Sulsel tidak serta-merta diiringi peningkatan kualitas proses demokratisasi politik lokal, yang dapat berpengaruh pada laju tingkat kesejahteraan masyarakat.
(YOHANES KRISNAWAN/Litbang Kompas)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005165191