BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Presiden Ingin PP Dana Desa, Mei

Presiden Ingin PP Dana Desa, Mei
Perlu Sosialisasi, Sebaiknya Jangan Tahun Pemilu

YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menargetkan penyusunan peraturan pemerintah terkait Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bisa ditandatangani pada Mei 2014. PP ini akan mengatur pertanggungjawaban perangkat desa atas laporan keuangan pemanfaatan dana desa Rp 1,4 miliar per desa per tahun.

Dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional II dan Seminar Nasional Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), Senin (24/3), di Yogyakarta, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengharapkan, pada Mei 2014 PP UU Desa sudah ditandatangani.

Menurut Presiden, berdasarkan UU Desa yang diperjelas dengan PP, 10 persen transfer dana ke daerah dikurangi dana alokasi khusus harus diberikan ke desa dengan besaran setiap desa bisa mencapai Rp 1,4 miliar per tahun.

”Tentu kita akan memberikan kemampuan untuk pertanggungjawaban keuangan. Jangan sampai uang itu untuk membangun desa, tetapi (perangkat desa) tidak pandai membuat administrasi keuangan dan tiba-tiba harus berurusan dengan penegak hukum. Saya tidak ingin, saudara juga tidak ingin. Itu yang akan diatur dalam PP,” kata Presiden.

Selain mendapat dana dari pusat, desa juga masih mendapat alokasi dari APBD di setiap kabupaten/kota. Adapun, jumlahnya sesuai dengan kemampuan setiap daerah.
Perlu sosialisasi

Sekretaris Jenderal Apdesi Ipin Arifin mengharapkan, sebelum dana desa diberikan, pemerintah harus memberikan sosialisasi dan pelatihan kepada semua perangkat desa tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban dana desa agar tidak ada pelanggaran hukum di kemudian hari.

Dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi mengingatkan, penggelontoran dana desa sebaiknya dimulai pada tahun 2015.

Alasannya, infrastruktur mulai pusat hingga daerah belum siap sehingga penggunaannya berpotensi salah sasaran dan rawan dikorupsi. Bahkan, pada tahun pemilu, dana desa juga rawan disalahgunakan untuk kepentingan partai politik tertentu.

”Jangan sampai dipakai untuk kepentingan politik supaya kepala-kepala desa itu memenangkan satu kelompok tertentu (dalam pemilu). Sementara infrastruktur pusat-desa belum siap sama sekali,” kata Sofjan.

Bagi pengusaha, Sofjan menambahkan, yang terpenting adalah uang dari APBN bisa digunakan seefektif mungkin untuk pembangunan, termasuk pembangunan desa. Dana desa itu semestinya diprioritaskan untuk membangun infrastruktur desa, seperti irigasi, jalan desa, dan jembatan.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi juga mengkhawatirkan, dengan jumlah desa di seluruh Indonesia mencapai 72.944 desa, pengawasannya akan sulit. Oleh karena itu, Gamawan mengusulkan pengelolaan dana desa secara administratif ditangani kabupaten, tetapi uangnya langsung ditransfer ke rekening setiap desa. Pada prinsipnya, jangan sampai ada pengurangan dana untuk desa.

”Kalau desa langsung yang mengelola secara administratif, saya khawatir kontrolnya akan sulit. Dengan jumlah pengawas yang terbatas, apakah mampu mengontrol 72.944 desa? Kalau kontrolnya di kabupaten/kota, kan jumlahnya hanya sekitar 500 daerah,” kata dia.

Persoalan inilah yang hingga saat ini masih terus didiskusikan Kementerian Dalam Negeri bersama Kementerian Keuangan. Penggunaan dana desa tersebut akan diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan setiap tahun.
(ABK/LAS)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005653618