Perlindungan
Perempuan Perlu Jaminan Rasa Aman
JAKARTA, KOMPAS — Maraknya kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak menuntut jaminan rasa aman dari pemerintah. Saat ini sudah saatnya Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia mengeluarkan sebuah pernyataan mengenai jaminan rasa aman itu.
Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Neng Dara Affiah mengatakan hal itu menyikapi kekerasan pada perempuan dan anak di Indonesia. Pada catatan akhir tahun lalu, Komnas Perempuan bahkan menyatakan, saat ini Indonesia dalam kondisi darurat kekerasan.
”Sekarang makin banyak ibu-ibu yang takut melepas anaknya ke luar rumah, misalnya seperti naik ojek saja. Masak ibu bekerja harus melepaskan pekerjaannya karena tidak berani melepas anaknya ke luar rumah. Lantas juga perempuan-perempuan yang tidak memiliki kendaraan sendiri dan harus naik angkutan umum. Bagaimana jaminan rasa amannya. Inilah yang harus dipastikan penegak hukum seperti polisi,” kata Neng, di Jakarta, Selasa (22/4).
Neng prihatin dengan masih banyaknya pandangan yang keliru dalam menyikapi kekerasan seksual yang lebih menyalahkan perempuan, misalnya menyalahkan perempuan yang mengenakan baju terbuka atau perempuan yang keluar rumah pada malam hari. ”Keliru sekali. Banyak perempuan dengan pakaian tertutup juga jadi korban, berdasarkan data Komnas Perempuan. Korban juga termasuk anak-anak yang belum tahu mengenai seksualitas,” ujar Neng.
Hal senada dikatakan Alissa Wahid, psikolog dan putri mantan Presiden Abdurrahman Wahid. ”Aparat penegak hukum terkesan tidak menganggap kekerasan seksual ini penting untuk cepat diselesaikan. Mereka menganggap hal seperti ini adalah soal personal karena korbannya personal,” katanya.
Menurut Alissa, saat ini mobilitas orang makin tinggi dan didukung oleh faktor kerentanan sosial. Tantangan hidup menghebat. Dalam kondisi demikian, kekerasan seksual pun terjadi. Ia sepakat dengan Neng Dara soal jaminan rasa aman bagi perempuan dan anak oleh penegak hukum.
Saat ini Komnas Perempuan masih terus mendorong rancangan undang-undang yang mengatur khusus mengenai kekerasan seksual. ”Kami sedang membahasnya bersama kalangan akademisi, semoga menjadi perhatian kita bersama,” kata Neng Dara.
Secara terpisah, peneliti Freedom Institute, Nong Darol Mahmada, mengatakan, perempuan saat ini masih rentan mendapatkan perlakuan diskriminatif hampir di semua sektor. Ini tantangan juga bagi perempuan dan pihak-pihak lain untuk mendobraknya. ”Yang paling terlihat sekarang ini, misalnya di ranah politik. Hanya sedikit perempuan politisi yang bisa lolos karena sejak awal di proses perekrutan ada yang tidak adil, sampai di pelaksanaan pemilu. Diskriminasi lain adalah di sektor informal, misalnya buruh migran,” paparnya. Sebenarnya, secara umum perempuan di Indonesia sudah merdeka. Namun, kesempatan masih belum setara dan adil.
Bagi Neng Dara, ada beberapa tantangan perempuan yang harus diperjuangkan, antara laintentang hak-hak politik perempuan. Tantangan lain adalah mengenai tingkat kematian ibu melahirkan yang masih cukup tinggi. Meningkatnya kekerasan terhadap perempuan, termasuk pekerja migran, juga menjadi tantangan terbesar. (IVV)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000006215163
-
- Log in to post comments
- 30 reads