BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Peneliti Asia Berbagi soal Fenomena Arus Bawah

Rakyat Mampu Berdayakan Diri
Peneliti Asia Berbagi soal Fenomena Arus Bawah
11 Agustus 2015

SURABAYA, KOMPAS — Ketika pemerintah tidak sepenuhnya mampu memajukan kesejahteraan umum, kelompok-kelompok masyarakat bergerak memberdayakan komunitas-komunitas di akar rumput. Arus bawah ini berperan penting dalam mendorong kemajuan bangsa Indonesia.

Peneliti Institute for Ecosoc Rights Sri Palupi mengungkapkan, arus bawah secara diam-diam mengorganisasi diri dan membangun pertahanan berbasis komunitas. Gerakan ini berusaha merespons penguasaan kapital oleh kaum elite dengan memanfaatkan kekuatan komunitas dan modal-modal sosial.

”Mayoritas kelompok miskin dan kaum marjinal berjuang sendiri di tengah tekanan kekuatan modal yang memisahkan mereka dari aset-aset ekonomi dan modal sosial,” kata peneliti Institute for Ecosoc Rights Sri Palupi, dalam pleno terakhir Inter-Asia Cultural Studies Conference 2015 di Universitas Airlangga, Surabaya, Minggu (9/8) malam. Bersama Sri Palupi, tampil dua pembicara lain, yaitu pengajar Universitas Tokyo, Shunya Yoshimi, dan pengajar Universitas Sidney Australia, Meaghan Morris.

Sri Palupi mencontohkan kiprah mantan tenaga kerja Indonesia di Malaysia, Kamilus Tupen (49), warga Desa Lewowerang, Pulau Adonara, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Di desanya, Kamilus berinisiatif mengumpulkan 33 pemuda setempat yang bersedia menabung Rp 100.000 per orang untuk membentuk badan usaha rakyat. ”Dia mencoba menyusun sistem ekonomi baru berbasis gotong royong dan solidaritas dalam bentuk badan usaha rakyat. Sistem ini dikombinasikan dengan tradisi lokal bernama gemohing (gotong royong) dan sebuah koperasi kredit,” katanya.

Setelah empat tahun, sistem ekonomi berbasis solidaritas itu menunjukkan hasil positif. Pendapatan ekonomi warga mulai meningkat, kehidupan masyarakat lebih harmonis, dan anak- anak mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas.

Di Leragere, NTT, masyarakat juga menguatkan solidaritas di antara mereka untuk melawan penambangan emas oleh pemodal. Mereka mengerahkan kekuatan para perempuan, bahkan sampai menduduki gedung DPRD untuk menolak tambang.

Pengalaman Australia

Meaghan Morris menceritakan, pertambangan terbuka batubara di di Hunter Valley, Australia, yang meningkat 18 kali lipat sejak 1981. Area kontrak tambang mencapai 128.000 hektar atau sekitar 64 persen dari dataran Hunter Valley. Tambang batubara membutuhkan 143 miliar liter air dan mendominasi 55 persen kebutuhan air yang dibutuhkan untuk persediaan musim kemarau.

”Apa yang bisa kita pelajari dari perspektif orang lain? Dalam Inter-Asia Cultural Studies inilah kita belajar untuk meresponsnya. Melani Budianta (pengajar Universitas Indonesia) mengatakan, ’arus bawah’ ada dalam diri kita,” kata Meaghan.

Pengajar Universitas Tokyo, Shunya Yoshimi meneliti ”arus bawah” warga Jepang setelah peledakan bom atom di Jepang tahun 1954. Itu muncul lewat film monster bernama Godzilla yang merusak kota itu. Binatang mengerikan itu merupakan metafor dari bom atom Amerika Serikat. (ABK)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/08/11/Rakyat-Mampu-Berdayakan-Diri

Related-Area: