BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

NTT Sekadar Menjadi Pasar2.100 Peti Kemas Keluar dalam Kondisi Kosong

NTT Sekadar Menjadi Pasar
2.100 Peti Kemas Keluar dalam Kondisi Kosong
KUPANG, KOMPAS — Geliat perniagaan di Nusa Tenggara Timur melalui Pelabuhan Tenau di Kupang cukup tinggi. Namun, NTT masih sekadar menjadi tempat pemasaran produk dari luar NTT. Pasalnya, dari sekitar 3.000 unit peti kemas bermuatan aneka barang yang masuk per bulan, sebanyak 2.100 unit keluar dalam kondisi kosong.
Hal itu mengemuka dalam peluncuran sekaligus bedah buku berjudul Flobamora Kemarin, Hari Ini dan Esok di Kupang, Rabu (18/12). Penerbitan buku yang diprakarsai oleh Yayasan Bhakti Flobamora, Kupang, itu menangkap momentum 55 tahun NTT yang jatuh pada 20 Desember lalu.
Bedah buku yang dimoderatori Dr Antonius Belle itu menghadirkan narasumber dr Ben Mboi (Gubernur NTT periode 1978-1988), Pdt Dr Mery LY Kolimon (dosen Fakultas Teologi Universitas Kristen Artha Wacana, Kupang), dan Dr Norbert Jegalus MA (dosen Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang).
Isi buku setebal 401 halaman itu berupa kumpulan tulisan sumbangan 27 penulis dari berbagai aspek. Norbert Jegalus mengatakan, tinjauan para penulis itu sangat membantu memunculkan pemikiran kritis bagaimana membangun NTT hari ini dan esok.
Persoalan geliat perniagaan di Pelabuhan Tenau tersebut menjadi salah satu abstraksi buku yang disampaikan Ketua Yayasan Flobamora FX Skera.
”Persoalan seperti ini seharusnya menjadi salah satu perenungan serius pada momentum 55 tahun NTT. Daerah ini selalu disebut, bahkan didengungkan sebagai ’Provinsi Jagung’. Faktanya tak ada satu pun peti kemas dari NTT bermuatan jagung. Bahkan, sebagian jagung yang beredar di pasar rakyat di NTT ternyata berasal dari Sulawesi Selatan dan daerah lain. Ini sangat ironis,” ujarnya.
Persoalan tersebut dibeberkan dalam artikel berjudul ”Nyanyian Bongkar Muat dari Dermaga Tenau”, salah satu artikel
dalam buku Flobamora Kemarin, Hari Ini dan Esok sumbangan Awang Noto Prawiro, Ketua Asosiasi Pengusaha Bongkar Muat Indonesia (APBMI) NTT di Kupang.
Awang menyatakan, Tenau adalah salah satu pelabuhan utama sekaligus menjadi titik vital perekonomian NTT, tetapi belum berperan maksimal.
”Bagaimana mengisi peti kemas yang kosong ketika saatnya pulang dari NTT itu seharusnya menjadi pertanyaan pokok yang mesti dijawab pemerintah setempat dengan meningkatkan produktivitas pertanian dan perikanan yang merupakan potensi utama NTT,” ujar Awang.
Awang juga menguraikan, dari 900 unit peti kemas bermuatan yang keluar Pelabuhan Tenau, isinya bukan hasil pertanian, perikanan, atau lainnya. Muatan peti kemas itu justru didominasi batu aneka warna dari Kolbano, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Ada juga batu mangan, asam, atau kemiri, tetapi jumlahnya terbatas.
Roh pendiri NTT
Pada kesempatan itu, Ben Mboi mengingatkan idealisme yang menjadi roh bagi para pendiri NTT 55 tahun lalu adalah kerukunan, kesejahteraan, dan keikutsertaan putra-putri daerah dalam kiprah republik ini di Jakarta.
Menjawab pertanyaan peserta, Ben Mboi, yang disebut-sebut sebagai gubernur yang berhasil ketika memimpin NTT, mengakui potret NTT kini justru semakin menjauh dari harapan para pendiri daerah ini. Gambaran paling kentara dari sisi kerukunan hidup beragama atau bermasyarakat. Ia mencontohkan adanya gangguan kerukunan ketika pemilihan gubernur.
”NTT akan selalu sulit melangkah maju selama masyarakatnya masih terjebak dalam gangguan seperti itu,” kata Ben Mboi. (ANS)

KUPANG, KOMPAS — Geliat perniagaan di Nusa Tenggara Timur melalui Pelabuhan Tenau di Kupang cukup tinggi. Namun, NTT masih sekadar menjadi tempat pemasaran produk dari luar NTT. Pasalnya, dari sekitar 3.000 unit peti kemas bermuatan aneka barang yang masuk per bulan, sebanyak 2.100 unit keluar dalam kondisi kosong.Hal itu mengemuka dalam peluncuran sekaligus bedah buku berjudul Flobamora Kemarin, Hari Ini dan Esok di Kupang, Rabu (18/12). Penerbitan buku yang diprakarsai oleh Yayasan Bhakti Flobamora, Kupang, itu menangkap momentum 55 tahun NTT yang jatuh pada 20 Desember lalu.

Bedah buku yang dimoderatori Dr Antonius Belle itu menghadirkan narasumber dr Ben Mboi (Gubernur NTT periode 1978-1988), Pdt Dr Mery LY Kolimon (dosen Fakultas Teologi Universitas Kristen Artha Wacana, Kupang), dan Dr Norbert Jegalus MA (dosen Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang).

Isi buku setebal 401 halaman itu berupa kumpulan tulisan sumbangan 27 penulis dari berbagai aspek. Norbert Jegalus mengatakan, tinjauan para penulis itu sangat membantu memunculkan pemikiran kritis bagaimana membangun NTT hari ini dan esok.
Persoalan geliat perniagaan di Pelabuhan Tenau tersebut menjadi salah satu abstraksi buku yang disampaikan Ketua Yayasan Flobamora FX Skera.

”Persoalan seperti ini seharusnya menjadi salah satu perenungan serius pada momentum 55 tahun NTT. Daerah ini selalu disebut, bahkan didengungkan sebagai ’Provinsi Jagung’. Faktanya tak ada satu pun peti kemas dari NTT bermuatan jagung. Bahkan, sebagian jagung yang beredar di pasar rakyat di NTT ternyata berasal dari Sulawesi Selatan dan daerah lain. Ini sangat ironis,” ujarnya.

Persoalan tersebut dibeberkan dalam artikel berjudul ”Nyanyian Bongkar Muat dari Dermaga Tenau”, salah satu artikeldalam buku Flobamora Kemarin, Hari Ini dan Esok sumbangan Awang Noto Prawiro, Ketua Asosiasi Pengusaha Bongkar Muat Indonesia (APBMI) NTT di Kupang.
Awang menyatakan, Tenau adalah salah satu pelabuhan utama sekaligus menjadi titik vital perekonomian NTT, tetapi belum berperan maksimal.

”Bagaimana mengisi peti kemas yang kosong ketika saatnya pulang dari NTT itu seharusnya menjadi pertanyaan pokok yang mesti dijawab pemerintah setempat dengan meningkatkan produktivitas pertanian dan perikanan yang merupakan potensi utama NTT,” ujar Awang.
Awang juga menguraikan, dari 900 unit peti kemas bermuatan yang keluar Pelabuhan Tenau, isinya bukan hasil pertanian, perikanan, atau lainnya. Muatan peti kemas itu justru didominasi batu aneka warna dari Kolbano, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Ada juga batu mangan, asam, atau kemiri, tetapi jumlahnya terbatas.

Roh pendiri NTTPada kesempatan itu, Ben Mboi mengingatkan idealisme yang menjadi roh bagi para pendiri NTT 55 tahun lalu adalah kerukunan, kesejahteraan, dan keikutsertaan putra-putri daerah dalam kiprah republik ini di Jakarta.

Menjawab pertanyaan peserta, Ben Mboi, yang disebut-sebut sebagai gubernur yang berhasil ketika memimpin NTT, mengakui potret NTT kini justru semakin menjauh dari harapan para pendiri daerah ini. Gambaran paling kentara dari sisi kerukunan hidup beragama atau bermasyarakat. Ia mencontohkan adanya gangguan kerukunan ketika pemilihan gubernur.

”NTT akan selalu sulit melangkah maju selama masyarakatnya masih terjebak dalam gangguan seperti itu,” kata Ben Mboi. (ANS)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000003752594