BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Kesehatan Reproduksi Remaja Pendidikan Rendah Picu Pernikahan Dini

Kesehatan Reproduksi Remaja
Pendidikan Rendah Picu Pernikahan Dini

JAKARTA, KOMPAS — Jumlah remaja putri usia 15-19 tahun yang menikah dan melahirkan masih tinggi. Jika tak ada upaya nyata mengatasi hal itu, pengendalian lonjakan penduduk, pembangunan keluarga sejahtera, serta tingginya kematian bayi dan ibu melahirkan jadi makin sulit.

”Dua anak bisa dicapai jika umur melahirkan pertama perempuan adalah 25 tahun,” kata peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan BKKBN Muhammad Dawam, di Jakarta, Senin (24/3).

Berdasarkan survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012, 12,8 persen perempuan umur 15-19 tahun sudah menikah dan 0,6 persen sudah bercerai. Jika pada 2012 ada 10,7 juta remaja putri pada kelompok umur itu, artinya 1,4 juta orang di antaranya sudah menikah dan 155.000 dari jumlah itu menikah pada usia 10-14 tahun.

Satu dari 10 remaja putri umur itu sudah pernah melahirkan atau sedang hamil. Sebagian kecil dari mereka bahkan sudah punya tiga anak. ”Remaja di perdesaan, berpendidikan rendah, tidak bekerja, dan status ekonomi rendah punya kecenderungan hamil di usia remaja,” kata peneliti Pusdu BKKBN lain, Mugia B Raharja.

Pernikahan usia remaja jadi persoalan serius pembangunan kependudukan Indonesia. Makin muda usia pernikahan, makin panjang rentang usia subur perempuan, makin besar pula potensi punya anak banyak.

Kehamilan pada usia remaja meningkatkan risiko kehamilan dan persalinan. Alat reproduksi perempuan belum siap untuk hamil hingga usia 20 tahun. Risiko kematian ibu melahirkan dan bayi saat lahir pun besar. Belum lagi soal kesiapan psikologis mereka menjadi orangtua.

Mugia mengingatkan perlunya menaikkan batas usia nikah remaja dari 16 tahun untuk putri dan 19 tahun bagi putra, seperti dalam UU No 1/1974 tentang Perkawinan. Hal ini untuk menutup celah pernikahan remaja, walau masih ada peluang dispensasi nikah.

Menurut Dawam, tingkat pendidikan yang tinggi dan terbukanya pasar kerja bagi perempuan adalah faktor kunci meningkatkan usia pernikahan dan kehamilan pertama remaja.

Namun, upaya itu harus diiringi peningkatan akses pendidikan, ketersediaan sekolah-guru, serta membangun mimpi yang tinggi remaja putri perdesaan. Mereka bisa bekerja di bidang apa pun, bukan hanya tenaga kerja wanita di luar negeri, buruh pabrik atau penjaga toko.(MZW)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005659994