BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Kerukunan Umat Beragama Tahun 2015 Capai Poin 75,36

Kerukunan Umat Beragama Tahun 2015 Capai Poin 75,36
Susi Ivvaty
Siang | 10 Februari 2016 15:19 WIB Ikon jumlah hit 517 dibaca Ikon komentar 0 komentar

JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Agama Indonesia pada 2015 membuat survei nasional Kerukunan Umat Beragama (KUB). Survei tersebut diinisiasi sejak 2010. Hasil survei menunjukkan, rerata nasional KUB mencapai poin 75,36 (dalam rentang 0-100). Rerata poin KUB tersebut dipublikasikan dalam bentuk Laporan Tahunan kehidupan Keagamaan Tahun 2015 dan diluncurkan pada Rabu (10/2/2016) di Jakarta.
Umat Islam seusai shalat Jumat di Masjid Pangeran Diponegoro yang berada satu halaman dengan Gereja Katolik Santa Catharina di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Jumat (25/12/2015). Berdasarkan hasil survei Kementerian Agama, rerata nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia mencapai poin 75,36 (dalam rentang 0-100). Artinya, toleransi antarumat beragama di Indonesia secara umum cukup baik.
KOMPAS/AGUS SUSANTOUmat Islam seusai shalat Jumat di Masjid Pangeran Diponegoro yang berada satu halaman dengan Gereja Katolik Santa Catharina di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Jumat (25/12/2015). Berdasarkan hasil survei Kementerian Agama, rerata nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia mencapai poin 75,36 (dalam rentang 0-100). Artinya, toleransi antarumat beragama di Indonesia secara umum cukup baik.

Angka 75,36 menguatkan hasil survei KUB 2012 yang berada pada Indeks 3,67 (dalam rentang 1-5) yang berarti cukup harmonis. Survei pada 2012, dilakukan dengan pendekatan mixed method, kuantitatif disempurnakan dengan kualitatif. Pada 2015, survei dilakukan secara kualitatif dengan jumlah responden 2.720, mewakili keluarga di 34 ibu kota provinsi di Indonesia.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, secara nasional angka tersebut cukup tinggi. Namun, jika melihat kasus per kasus, Indonesia masih bermasalah dalam hal toleransi dan kerukunan beragama. Kemenag tidak menutup mata dalam hal ini.

? Menilai soal kerukunan beragama di Indonesia, secara umum bergantung pada cara pandang kita. Ada yang melihat positif, banyak juga yang melihat negatif. Menurut Kemenag, hal itu bisa dimaklumi. ?"Kalau melihat kasus per kasus, masih banyak kasus, seperti Tolikara dan Singkil. Masih banyak yang harus dibenahi. Kami mensyukuri angka toleransi yang tinggi ini, tetapi pemerintah tidak menutup mata bahwa ada sejumlah kasus yang masih harus mendapatkan perhatian serius agar tidak berdampak buruk," kata Lukman.

Soal rumah ibadah

Konflik pendirian rumah ibadah menjadi catatan penting. Konflik ini terjadi di beberapa daerah yang memiliki tingkat kerukunan di bawah rerata nasional, yakni kasus Gereja Santa Clara yang berlokasi di Jalan Raya Lingkar ?Luar Bekasi Utara. Konflik terjadi juga di Gereja Advent kompleks Pisangan, Ragunan, Pasar Minggu. Ada pula konflik pembangunan masjid di Jalan Trikora Kilometer 19 Anday, Manokwari Selatan, Papua Barat, dan pembangunan Gereja/undung-undung tanpa di Singkil Aceh. Selain itu, ada kasus penolakan pendirian Masjid As-Syuhada di Bitung, Sulawesi Utara.

Kemenag melakukan sejumlah langkah, misalnya mengirimkan peneliti untuk melakukan kajian, berkoordinasi dengan kementerian lain dan pihak terkait. Langkah lain adalah melakukan mediasi dengan pihak yang berkonflik, meningkatkan dialog para tokoh agama, mendorong upaya penegakan hukuman, penanganan psikososial para korban, serta rehabilitasi sarana dan prasarana yang rusak akibat konflik.

Menag mengatakan, Kemenag memiliki banyak data terkait kerukunan beragama. Soal ini bukan hal baru. Kemenag juga sedang melakukan penelitian tentang kerukunan beragama dalam tradisi lisan nusantara. "Bangsa ini sejak dulu dikenal majemuk, heterogen. Tradisi lisan yang ada sejak ribuan tahun lalu adalah kearifan lokal yang harus dirawat. Ini jadi kampanye kerukunan hidup umat beragama," kata Lukman.

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2016/02/10/Kerukunan-Umat-Beragama-Tahun-2015-Capai-Poin-753

Related-Area: