BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Indonesia Masih Rentan

Indonesia Masih Rentan
Dampak Pengurangan Subsidi BBM Sangat Kuat


JAKARTA, KOMPAS — Perekonomian Indonesia masih rentan. Reformasi struktural yang dilakukan Indonesia belum cukup kuat dan efektif kemajuannya. Hal itu antara lain terlihat dari besarnya dampak yang dialami Indonesia saat Amerika Serikat mengurangi stimulus moneter.

Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo mengemukakan, sebenarnya Indonesia sudah melaksanakan reformasi struktural selama bertahun-tahun. ”Selama lima tahun terakhir ini terus dilakukan. Tetapi, kita menyadari bahwa reformasi struktural kita belum cukup kuat,” kata Agus di Jakarta, Jumat (21/3).

Pada Juni 2013, arus modal asing meninggalkan pasar portofolio Indonesia karena isu pengurangan stimulus moneter Bank Sentral AS, hingga mencapai Rp 40 triliun. Pada Agustus 2013, dana asing yang keluar dari pasar portfofolio Indonesia mencapai Rp 7,35 triliun.

Reformasi struktural yang dilakukan pemerintah di antaranya berupa paket kebijakan pada Agustus dan Desember 2013. Namun, reformasi struktural
berupa kebijakan pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dengan menaikkan harga BBM bersubsidi pada Juni 2013 justru memberikan dampak yang sangat kuat.

Dampaknya lebih kuat daripada langkah lain, seperti penerapan bea masuk pada barang mewah.

”Kalau reformasi struktural bisa ditingkatkan, akan membuat Indonesia terus resilient dan tumbuh secara kuat dan berkesinambungan,” tambah Agus.

Reformasi struktural itu diharapkan bisa menghasilkan ketahanan pangan, manajemen energi, dan infrastruktur yang lebih baik.

Dalam pertemuan dengan pemimpin redaksi media di Gedung BI, Kamis (20/3) malam, Agus memaparkan soal ekonomi Indonesia yang membaik. Akan tetapi, risiko masih ada, baik global maupun domestik.

Salah satu hal penting dalam ketahanan ekonomi Indonesia adalah menekan defisit, baik dalam fiskal, perdagangan, maupun transaksi berjalan. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah mengarahkan subsidi dengan tepat.

Menaikkan harga BBM bersubsidi sebenarnya bisa dilakukan untuk menekan defisit tersebut. Risikonya, inflasi melonjak lagi. Akan tetapi, jika kebijakan itu dilakukan, BI akan turun tangan mengendalikan inflasi.

Agus juga menekankan pentingnya komitmen dalam reformasi struktural. Dengan demikian, hasilnya akan maksimal.

Secara terpisah, ekonom BNI, Ryan Kiryanto, menyebutkan, impor BBM masih cukup besar akibat melonjaknya penjualan otomotif, baik sepeda motor maupun mobil. Untuk itu, mestinya penggunaan BBM nonfosil atau energi alternatif didorong.

”Untuk mengurangi konsumsi BBM masih sulit. Jadi, sisi suplainya yang harus diupayakan,” kata Ryan.

Neraca Pembayaran Indonesia tahun 2013 menunjukkan, neraca perdagangan minyak defisit 22,476 miliar dollar AS. Pada 2012, defisit neraca perdagangan minyak sebesar 20,436 miliar dollar AS. (IDR/PPG)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005595343