BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Hutan Kesejahteraan

Pemberdayaan
Hutan Kesejahteraan

TIDAK sulit memberdayakan dan menyejahterakan rakyat. Pemerintah tinggal memperluas akses rakyat pada lahan agar mereka bisa memiliki pekerjaan. Kesenjangan pendapatan yang melebar pun bisa dihentikan.

Salah satu akses yang bisa segera siap adalah mengembangkan hutan kesejahteraan di areal hutan produksi milik negara. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyiapkan 703.626 hektar hutan produksi untuk hutan tanaman rakyat (HTR).

Tujuan Zulkifli, masyarakat di sekitar hutan menanam pohon ekonomis berumur panjang, seperti sengon, jabon, mahoni, atau karet. Untuk lebih memeratakan akses itu, Zulkifli menambah lagi pencadangan seluas 1 juta ha sehingga total sampai 2014 ini ada 1,7 juta ha hutan produksi untuk masyarakat.

Perlu dicatat, program HTR bukan membagikan lahan kawasan hutan. Individu, kelompok tani, ataupun koperasi bisa memperoleh surat keputusan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman rakyat (IUPHHK-HTR) dari bupati/wali kota dan wajib menanam pohon berkayu memanfaatkan kawasan itu selama 60 tahun.

Izin ini bisa diperpanjang sekali saja untuk 35 tahun lagi. Pemegang izin dilarang keras membabat lahan menjadi tanah kosong, mewariskan, memperdagangkan, atau mengagunkan lahan itu kepada bank. Itu berarti pemegang izin wajib mengembalikan lahan itu kepada negara saat masa izin berakhir.

Zulkifli juga mendorong pengembangan hutan kemasyarakatan dan hutan desa yang saat ini diidentifikasi layak seluas 1.284.730 ha. Sejauh ini, baru ada 312.072 ha hutan kemasyarakatan kepada 115 unit pemohon dan 234.174 ha hutan desa untuk 138 unit pemohon.

Kemhut tidak hanya mencadangkan lahan, tetapi juga menyediakan bibit gratis lewat program Kebun Bibit Rakyat yang digarap individu dan kelompok tani. Setiap KBR wajib memproduksi 40.000 bibit di Pulau Jawa dan 25.000 bibit di luar Jawa yang dibagikan gratis kepada siapa saja yang mau menanam pohon di lahannya.

Pengalaman di Jateng dan Jatim, pengembangan hutan rakyat memacu pertumbuhan industri pengolahan berbahan baku kayu rakyat dan turunannya, seperti mebel dan mainan. Terciptalah pasar kayu yang sempurna.

Kayu sengon dan jabon berdiameter 30 sentimeter dijual Rp 700.000 per meter kubik terbukti mampu menyejahterakan rakyat. Petani hutan bisa menanam sedikitnya 1.700 batang per ha. Sambil menunggu masa panen sedikitnya lima tahun, petani bisa menanami lahan di sela pohon dengan palawija dan memelihara ternak sehingga mereka tetap punya penghasilan memenuhi kebutuhan harian.

Keseriusan pemerintah daerah di Pulau Jawa membuat hutan rakyat tumbuh pesat. Potensi hutan rakyat di Jawa siap panen 20 juta meter kubik per tahun, setara 47 persen dari kebutuhan kayu nasional 43 juta meter kubik per tahun.

Dukungan pemerintah daerah ini penting mengingat dalam era otonomi daerah, izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan diberikan bupati/wali kota kepada penduduk desa di sekitar hutan yang membentuk kelompok tani atau koperasi. Adapun hak pengelolaan hutan desa (HPHD) diberikan gubernur bagi lembaga desa yang dibentuk secara musyawarah.

Fakta bahwa pemerintah daerah baru menerbitkan IUPHHK-HTR seluas 188.510 ha dari 703.626 ha HTR yang dicadangkan Kemhut sungguh memprihatinkan. Izin harus segera agar rakyat bisa membangun dan mengoptimalkan HTR.

Rakyat punya harapan masa depan yang lebih baik karena mengelola lahan sendiri dengan pendampingan penyuluhan, penyediaan bibit, dan akses pasar yang adil. Ketersediaan bahan baku akan memacu pertumbuhan industri pengolahan di daerah, penganggur bisa bekerja dan berpenghasilan.

Saat panen, petani hutan berpenghasilan kotor sampai Rp 400 juta per ha di Pulau Jawa. Konsumsi tumbuh, sektor riil di daerah petani hutan kayu bergairah. Semua ini bisa diwujudkan dengan keberpihakan bupati/wali kota menyejahterakan rakyat demi mempersempit kesenjangan ekonomi. (Hamzirwan)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005950315