BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Hutan Bakau, Penjaga Lahan

Hutan Bakau, Penjaga Lahan
TANAMAN kacang-kacangan, singkong, dan pepaya di pekarangan rumah warga tampak kekeringan. Bekas juluran air laut masih terlihat jelas sampai 50 meter menerobos ke lahan pertanian dan permukiman. Rumah-rumah warga pun tersiram air laut. Padahal, tanaman bakau sudah berjajar membentengi lahan pertanian dan permukiman di Dusun Kelapa Tinggi, Desa Mata Air, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Gelombang laut masuk melalui celah-celah pohon bakau yang ada. Bahkan, gelombang mengikis pasir sampai menghanyutkan sejumlah pohon bakau di pesisir itu. Pasir sepanjang Pantai Kelapa Tinggi merupakan bahan sedimentasi, hasil pertemuan banjir dari pegunungan Tilong dengan pasir laut saat musim hujan.
Ketua Kelompok Cinta Bahari Henokh Sina, di lokasi penanaman bakau, Kelapa Tinggi, Kupang, Rabu (19/2), mengatakan, penanaman bakau di sepanjang Pantai Kelapa Tinggi dilakukan sejak 2005 saat kawasan itu diterjang gelombang pasang dan dilanda banjir dari arah bukit Tilong.
”Warga menyadari pentingnya pengamanan pantai dengan bakau. Jika kawasan pantai dibiarkan terbuka, kondisinya jauh lebih buruk daripada sekarang. Lahan sawah, ladang, dan permukiman penduduk Kelapa Tinggi tentu sudah hanyut oleh gelombang pasang,” kata Henokh.
Gelombang tinggi pada 1 Februari membuat tanaman kacang, jagung, pepaya, singkong, dan tanaman lain mati kekeringan setelah disiram air laut. Selain itu, banjir juga merendam sebagian rumah penduduk. Tanaman itu berada di pekarangan rumah.
Air laut itu tak merembes ke persawahan yang letaknya sekitar 70 meter dari bibir pantai atau 20 meter dari permukiman warga. Sawah sekitar 10.000 hektar itu milik petani serta sejumlah pejabat Kabupaten dan Kota Kupang. Sawah ini digarap warga Dusun Kelapa Tinggi.
Tanam bakau
Demi menjaga keberlangsungan lahan pertanian dan permukiman penduduk, Henokh memimpin 50 anggota kelompok Cinta Bahari menyiapkan kantong-kantong plastik berisikan tanah gembur untuk mengisi anakan tanaman bakau sebelum ditanam. Sekitar 25.000 anakan bakau ditanam September-Desember 2013 kemudian dilanjutkan Januari 2014.
Setiap anakan bakau yang ditanami ditancapkan pula tiang penyangga disampingnya kemudian diikatkan dengan bakau. Saat diterjang gelombang pasang yang dasyat, tanaman bakau itu tetap bertahan. Bibit bakau ditanam di antara cela pohon bakau yang sudah tumbuh tinggi.
”Kami ingin menjadikan bakau di sepanjang pesisir ini benar-benar seperti pagar betis yang sangat ketat. Hanya pada titik tertentu yang kami nilai aman dibiarkan untuk tempat masuk dan keluar para nelayan atau orang yang hendak ke laut,” ungkap Henokh.
Bakau dinilai sangat tepat menyelamatkan kawasan pesisir. Sebagian besar penduduk setempat memahami ini. Mereka pun sudah tidak lagi mengambil kayu bakau untuk pagar rumah atau kayu bakar. Pohon baku dibiarkan tumbuh di sepanjang pesisir itu.
Pengamatan di lokasi dusun Kelapa Tinggi, warga sedang membersihkan rumah dari sampah air laut. Meski hutan bakau sudah relatif padat, air laut masih menerobos masuk pada celah-celah pohon bakau kemudian menggerus pasir dan lumpur di sepanjang pesisir, dekat rumah penduduk.
Sementara hamparan sawah seluas 10.000 hektar itu berada di sebelah timur Dusun Kelapa Tinggi. Sekitar 20 meter dari lokasi persawahan terdapat permukiman penduduk Kelapa Tinggi. Sebagian besar mereka bekerja sebagai penggarap di persawahan itu selain nelayan.
Antara dusun dan areal sawah terdapat sebuah Kali (Sungai) Kelapa Tinggi sebagai pemisah. Sebuah jembatan yang dibangun secara swadaya sejak tahun 2012 sampai hari ini belum selesai. Dibutuhkan lagi dana sekitar Rp 10 juta untuk menyelesaikan pembangunan jembatan itu.
Masih kurang
Sederetan anakan bakau pun tumbuh di antara lahan dan pesisir Pantai Kelapa Tinggi. Bakau itu sebagai benteng penghalang gelombang laut masuk ke lahan pertanian warga dan pemukiman penduduk. Namun, itu pun dinilai masih kurang. Warga mengaku butuh jutaan anakan bakau lagi untuk ditanami di sepanjang bibir pantai demi mengamankan lahan sawah yang ada. Lahan itu sebagai sumber hidup warga setempat meski hanya sebagai penggarap.
”Kami ingin menjadikan hutan bakau di sepanjang Pantai Kelapa Tinggi,” kata Hengky Ndolu, anggota kelompok tani Cinta Bahari. Pantai itu memiliki panjang sekitar 10 kilometer dan lebar ke arah daratan 20-100 meter. Bakau sudah tumbuh di pantai itu sejak tahun 1950-an, tetapi sporadis.
Ketika warga mulai ramai mendiami wilayah itu, kepedulian terhadap hutan bakau pun mulai tumbuh. Promotor penanaman hutan bakau itu adalah Henokh Sina, yang sejak tahun 1920-an, bersama ayahnya, Sina, mendiami pesisir Kelapa Tinggi.
Manfaat lain yang kini mulai dinikmati warga setempat atas kehadiran hutan bakau adalah kelestarian ikan. ”Di tengah hutan bakau dibuatkan petak kolam yang tersusun dari batu karang untuk memelihara ikan bandeng dan ikan belanak. Meskipun diterjang gelombang, kolam ikan itu tetap aman karena terlindungi pohon bakau. Kolam ikan ini baru dicoba. Jika berhasil, akan diperbanyak,” kata Ndolu.
Dusun Kelapa Tinggi terdiri atas 67 keluarga atau sekitar 335 jiwa. Rumah warga setempat sebagian besar terbuat dari kayu dan daun lontar. Mereka mengonsumsi air sumur. Jika gelombang pasar menerobos sampai ke sumur warga, mereka tidak dapat mengonsumsi air yang ada.
Hampir 99 persen warga di dusun itu tergolong miskin. Kebanyakan mereka petani penggarap dan nelayan. Lahan mereka sudah dibeli pengusaha serta pejabat dari Kota dan Kabupaten Kupang. Mereka menjadi penggarap.
Kasus-kasus kemanusiaan pun bermunculan di dusun itu. Gizi buruk, rawan pangan, bencana pasang, air bersih, malaria, dan rendah sumber daya manusia. Berkat dukungan dan bantuan LSM dari dalam dan luar negeri, tahun 2005-2013, masyarakat setempat memiliki pengetahuan bagaimana mengatasi masalah-masalah kemanusiaan itu, termasuk menjaga lingkungan hidup sekitar.
”Sejumlah kelompok masyarakat yang dibawa LSM dari dalam dan luar negeri sering datang di sini. Mereka mendorong bagaimana mengatasi bencana abrasi pantai, gelombang pasang, gizi buruk, dan rawan pangan di sini,” kata Ndolu.

TANAMAN kacang-kacangan, singkong, dan pepaya di pekarangan rumah warga tampak kekeringan. Bekas juluran air laut masih terlihat jelas sampai 50 meter menerobos ke lahan pertanian dan permukiman. Rumah-rumah warga pun tersiram air laut. Padahal, tanaman bakau sudah berjajar membentengi lahan pertanian dan permukiman di Dusun Kelapa Tinggi, Desa Mata Air, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur.Gelombang laut masuk melalui celah-celah pohon bakau yang ada. Bahkan, gelombang mengikis pasir sampai menghanyutkan sejumlah pohon bakau di pesisir itu. Pasir sepanjang Pantai Kelapa Tinggi merupakan bahan sedimentasi, hasil pertemuan banjir dari pegunungan Tilong dengan pasir laut saat musim hujan.

Ketua Kelompok Cinta Bahari Henokh Sina, di lokasi penanaman bakau, Kelapa Tinggi, Kupang, Rabu (19/2), mengatakan, penanaman bakau di sepanjang Pantai Kelapa Tinggi dilakukan sejak 2005 saat kawasan itu diterjang gelombang pasang dan dilanda banjir dari arah bukit Tilong.

”Warga menyadari pentingnya pengamanan pantai dengan bakau. Jika kawasan pantai dibiarkan terbuka, kondisinya jauh lebih buruk daripada sekarang. Lahan sawah, ladang, dan permukiman penduduk Kelapa Tinggi tentu sudah hanyut oleh gelombang pasang,” kata Henokh.

Gelombang tinggi pada 1 Februari membuat tanaman kacang, jagung, pepaya, singkong, dan tanaman lain mati kekeringan setelah disiram air laut. Selain itu, banjir juga merendam sebagian rumah penduduk. Tanaman itu berada di pekarangan rumah.

Air laut itu tak merembes ke persawahan yang letaknya sekitar 70 meter dari bibir pantai atau 20 meter dari permukiman warga. Sawah sekitar 10.000 hektar itu milik petani serta sejumlah pejabat Kabupaten dan Kota Kupang. Sawah ini digarap warga Dusun Kelapa Tinggi.

Tanam bakauDemi menjaga keberlangsungan lahan pertanian dan permukiman penduduk, Henokh memimpin 50 anggota kelompok Cinta Bahari menyiapkan kantong-kantong plastik berisikan tanah gembur untuk mengisi anakan tanaman bakau sebelum ditanam. Sekitar 25.000 anakan bakau ditanam September-Desember 2013 kemudian dilanjutkan Januari 2014.
Setiap anakan bakau yang ditanami ditancapkan pula tiang penyangga disampingnya kemudian diikatkan dengan bakau. Saat diterjang gelombang pasang yang dasyat, tanaman bakau itu tetap bertahan. Bibit bakau ditanam di antara cela pohon bakau yang sudah tumbuh tinggi.

”Kami ingin menjadikan bakau di sepanjang pesisir ini benar-benar seperti pagar betis yang sangat ketat. Hanya pada titik tertentu yang kami nilai aman dibiarkan untuk tempat masuk dan keluar para nelayan atau orang yang hendak ke laut,” ungkap Henokh.

Bakau dinilai sangat tepat menyelamatkan kawasan pesisir. Sebagian besar penduduk setempat memahami ini. Mereka pun sudah tidak lagi mengambil kayu bakau untuk pagar rumah atau kayu bakar. Pohon baku dibiarkan tumbuh di sepanjang pesisir itu.

Pengamatan di lokasi dusun Kelapa Tinggi, warga sedang membersihkan rumah dari sampah air laut. Meski hutan bakau sudah relatif padat, air laut masih menerobos masuk pada celah-celah pohon bakau kemudian menggerus pasir dan lumpur di sepanjang pesisir, dekat rumah penduduk.

Sementara hamparan sawah seluas 10.000 hektar itu berada di sebelah timur Dusun Kelapa Tinggi. Sekitar 20 meter dari lokasi persawahan terdapat permukiman penduduk Kelapa Tinggi. Sebagian besar mereka bekerja sebagai penggarap di persawahan itu selain nelayan.

Antara dusun dan areal sawah terdapat sebuah Kali (Sungai) Kelapa Tinggi sebagai pemisah. Sebuah jembatan yang dibangun secara swadaya sejak tahun 2012 sampai hari ini belum selesai. Dibutuhkan lagi dana sekitar Rp 10 juta untuk menyelesaikan pembangunan jembatan itu.

Masih kurangSederetan anakan bakau pun tumbuh di antara lahan dan pesisir Pantai Kelapa Tinggi. Bakau itu sebagai benteng penghalang gelombang laut masuk ke lahan pertanian warga dan pemukiman penduduk. Namun, itu pun dinilai masih kurang. Warga mengaku butuh jutaan anakan bakau lagi untuk ditanami di sepanjang bibir pantai demi mengamankan lahan sawah yang ada. Lahan itu sebagai sumber hidup warga setempat meski hanya sebagai penggarap.

”Kami ingin menjadikan hutan bakau di sepanjang Pantai Kelapa Tinggi,” kata Hengky Ndolu, anggota kelompok tani Cinta Bahari. Pantai itu memiliki panjang sekitar 10 kilometer dan lebar ke arah daratan 20-100 meter. Bakau sudah tumbuh di pantai itu sejak tahun 1950-an, tetapi sporadis.

Ketika warga mulai ramai mendiami wilayah itu, kepedulian terhadap hutan bakau pun mulai tumbuh. Promotor penanaman hutan bakau itu adalah Henokh Sina, yang sejak tahun 1920-an, bersama ayahnya, Sina, mendiami pesisir Kelapa Tinggi.
Manfaat lain yang kini mulai dinikmati warga setempat atas kehadiran hutan bakau adalah kelestarian ikan. ”Di tengah hutan bakau dibuatkan petak kolam yang tersusun dari batu karang untuk memelihara ikan bandeng dan ikan belanak. Meskipun diterjang gelombang, kolam ikan itu tetap aman karena terlindungi pohon bakau. Kolam ikan ini baru dicoba. Jika berhasil, akan diperbanyak,” kata Ndolu.

Dusun Kelapa Tinggi terdiri atas 67 keluarga atau sekitar 335 jiwa. Rumah warga setempat sebagian besar terbuat dari kayu dan daun lontar. Mereka mengonsumsi air sumur. Jika gelombang pasar menerobos sampai ke sumur warga, mereka tidak dapat mengonsumsi air yang ada.

Hampir 99 persen warga di dusun itu tergolong miskin. Kebanyakan mereka petani penggarap dan nelayan. Lahan mereka sudah dibeli pengusaha serta pejabat dari Kota dan Kabupaten Kupang. Mereka menjadi penggarap.
Kasus-kasus kemanusiaan pun bermunculan di dusun itu. Gizi buruk, rawan pangan, bencana pasang, air bersih, malaria, dan rendah sumber daya manusia. Berkat dukungan dan bantuan LSM dari dalam dan luar negeri, tahun 2005-2013, masyarakat setempat memiliki pengetahuan bagaimana mengatasi masalah-masalah kemanusiaan itu, termasuk menjaga lingkungan hidup sekitar.

”Sejumlah kelompok masyarakat yang dibawa LSM dari dalam dan luar negeri sering datang di sini. Mereka mendorong bagaimana mengatasi bencana abrasi pantai, gelombang pasang, gizi buruk, dan rawan pangan di sini,” kata Ndolu.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000004957051