Kearifan Lokal
Berdayakan Masyarakat Antisipasi Bencana

JAKARTA, KOMPAS — Bencana alam termasuk salah satu tantangan yang harus dihadapi untuk mencapai target pembangunan milenium. Untuk itu, masyarakat hendaknya memupuk kesiapan diri agar mampu menolong diri sendiri.

”Tidak bisa hanya menunggu bantuan pemerintah,” kata Guru Besar Inovasi Multibudaya Universitas Osaka Jepang Stefano Toshiya Tsukamoto pada Konferensi Global: Agenda Pembangunan Pasca 2015 bertema ”Pemberdayaan Kearifan Lokal untuk Menuju Kesinambungan Pembangunan Berkelanjutan” di Universitas Budi Luhur, Jakarta, Senin (24/3). Indonesia tak akan bisa mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) jika mengabaikan aspek bencana alam. Diperlukan kearifan lokal yang dinamis dan berkembang.

Kearifan lokal dalam hal ini adalah sistem pengetahuan yang dikembangkan masyarakat dari waktu ke waktu. Sistem ini menjadi pedoman hidup berdampingan bersama alam.

Menurut Tsukamoto, salah satu cara mengembalikan kearifan lokal adalah memberi masyarakat kemampuan mengevakuasi, misalnya jika terjadi gempa bumi, tsunami, gunung meletus, dan kebakaran. Ada penyuluhan dan pelatihan di sekolah dan pusat kegiatan masyarakat tentang tata cara bersiap.

Tsukamoto mengembangkan peranti lunak Cared, aplikasi telepon pintar yang bisa memetakan bencana dan wabah penyakit. Cared bekerja sama dengan BPBD dan memberikan peta jalur evakuasi tercepat dan teraman.

Salah satu faktor lain yang penting adalah mahasiswa. Universitas berperan penting menyebarluaskan pengetahuan kepada masyarakat. Komunitas akademik berkomunikasi dengan rakyat mengenai kearifan lokal. Tujuannya, masyarakat punya pengetahuan menopang diri mereka. ”Dalam sistem kearifan lokal tidak ada prinsip ’yang kuat yang bertahan’. Yang ada ialah seluruh lapisan bekerja sama agar bertahan hidup,” kata Utusan Khusus Presiden Bidang Penanggulangan Kemiskinan HS Dillon. (A15)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005659780